Sabtu, 25 Maret 2017

Tentang saya

Nama lengkap saya Lalu Asmamuhtar, tinggal di Palangka Raya. Lulus dari SMA Balai Riam Kab. Sukamara Prov. Kalimantan Tengah Tahun 2009. Pada tahun 2010 melanjutkan studi di STAIN yang sekarang beralih status menjadi IAIN Palangka Raya dan Lulus tahun 2017.

Rumah asal saya dari desa Bangun Jaya, Kec. Balai Riam dan saat ini saya masih tinggal di kota Palangka Raya.

Minggu, 30 Maret 2014

PENGANTAR FILSAFAT


A.    PENGERTIAN FILSAFAT
Arti Etimologi
Kata filsafat bersala dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebutjuga berasal dari kata Yunani philosophis philosophis  yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan”.
Arti kata tersebut belum memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum memperhatikan leaktifan seorang filosof untuk memperoleh kearifan atau kebijaksanaan itu. Menurut pengertian yang lazim berlaku ditimur (Tiongkok dan di India), seseorang disebut filosof  bila dia telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di Barat, kata “mencintai” tidak perlu meraih kebijaksanaan, karena itu yang disebut filosof atau “orang bijaksana” mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian di Timur.
Konsep Plato
Plato memberikan istilah dengan dialektika yang berarti seni berdiskusi. Dikatakan demikian karena filsafat harus berlangsung sebagai upaya memberikan kritik terhadap berbagai pendapat yang berlaku. Kearifan atau pengertian intelektual yang diperoleh lewat proses pemeriksaan secara kritis ataupun dengan berdiskusi. Juga diartikan sebagai suatu penyelidikan  terhadap sifat dasar yang penghabisan dari kenyataan. Karena seorang filosof akan selalu mencari sebab – sebab dan asas – asas yang penghabisan (terakhir) dari benda – benda.
Konsep Cicero
Cicero menyebutnya sebagai “ibu dari semua seni” (the mother of all the arts). Juga sebagai arts vitae yaitu filsafat sebagai seni kehidupan.
Konsep al-Farabi
Menurut al-Farabi, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada (al-ilmu bil-maujudat bi ma hiya al-maujudat).
Konsep Rene Descartes
Menurut Rene Descartes, filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
Konsep Francis Bacon
Menurut Francis Bacon, filsafat merupakan induk agung dari ilmu – ilmu, dan filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya.
Konsep John Dewey
Sebagai tokoh pragmatisme, John Dewey berpendapat bahwa filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengungkapan mengenai perjuangan manusia secara terus menerus dalam upaya melakukan penyesuaian berbagai tradisi yang membentuk  budi manusia terhadap kecenderungan – kecenderungan ilmiah dan cita – cita politik yang baru dan tidak sejalan dengan wewenang yang diakui. Tegasnya, filsafat sebagai suatu alat untuk membuat penyesuaian – penyesuaian di antara yang lama dan yang baru dalam suatu kebudayaan.

Filsafat Sebagai Ilmu
Dikatakan filsafat sebagi ilmu karena di dalam pengertian filsafat mengandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu: bagaimanakah, mengapakah, ke manakah, dan apakah.
Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat – sifat yang dapat ditangkap atau tampak oleh indera. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran).
Pertanyaan mengapa menanyakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat).
Pertanyaan ke mana menanyakan tentang apa yang terjadi di masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan, yaitu : pertama, pengetahuan yang timbul dari hal – hal yang selalu berulang – ulang (kebiasaan), yang nantinya pengetahuan tersebut dapat dijadikan dasar sebagai pedoman. Ini dapat dijadikan  untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Kedua, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam ini tidak dipermasalahkan apakah pedoman tersebut selalu dipakai atau tidak. Pedoman yang selalu dipakai disebut hukum. Ketiga, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan. Tegasnya, pengetahuan yang diperoleh dari jawaban ke manakah adalah pengetahuan yang bersifat normatif.
Pertanyaan apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris, sehingga hanya dapat dimengerti oleh akal. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya ini kita akan mengetahui hal – hal sifatnya sangat umum, universal, abstrak.
Dengan demikian, kalau ilmu – ilmu yang lain (selain filsafat) bergerak dari tidak tahu ke tahu, sedang ilmu filsafat bergerak dari tidak tahu ke tahu selanjutnya ke hakikat.
Filsafat Sebagai Cara Berfikir
Berfikir secara diartikan sebagai berfikir yang sangat mendalam sampai hakikat, atau berfikir secara gelobal/menyeluruh, atau berfikir yang dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Berpikir yang demikian ini sebagai upaya untuk dapat berfikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus memenuhi persyaratan :
a.       Hukum sistematis
Pemikiran yang sistematis ini dimaksudkan untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah masing – masng unsur Saling berkaitan satu dengan yang lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. Sistematika pemikiran seorang filosfof banyak dipengaruhi oleh keadaan dirinya, lingkungan, zamannya, pendidikan, dan sistem pemikiran yang mempengaruhi.
b.      Harus konsepsional
Secara umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide (gambar) atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran  tersebut mempunyai bentuk tangkapan sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud dari ‘konsepsional’ tersebut sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi (jelas). Karena berpikir secara filsafat sebenarnya berpikir tentang hal dan prosesnya.
c.       Harus koheren
Koheren atau runtut adalah unsur – unsurnya tidak boleh mengandung uraian – uraian yang bertentangan satu sama lain. Koheren atau runtut didalamnya memuat suatu kebenaran logis. Sebaliknya, apabila suatu uraian yang di dalamnya tidak memuat kebenaran logis, maka uraian tersebut dikatakan sebagai uraian yang tidak koheren/runtut.
d.      Harus rasional
Yang dimaksud rasional adalah unsur – unsurnya berhubungan dengan secara logis. Artinya, pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah – kaidah berpikir (logika).
e.       Harus sinoptik
Sinotik artnya pemikiran filsafat harus melihat hal – hal secara menyeluruh atau dalam kebersamaan secara integral.
f.       Harus mengarah kepada pandangan dunia
Yang dimaksud adalah pemikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk di dalamnya menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya (dunia).
Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
Diartikan sebagai pandangan hidup karena filsafat pada hakikatnya bersumber pada : hakikat kodrat pribadi manusia (sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan). Hal ini berarti, bahwa filsafat mendasarkan pada penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga). Manusia secara total (menyeluruh) dan sentral di dalamnya memuat sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam – macam jenis filsafat, antara lain:
a.       Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan filsafat biologi
b.      Manusia dengan unsur rasanya dapat melahirkan filsafat keindahan (estetika)
c.       Manusia dengan unsur monodualismenya (kesatuan jiwa dan raganya) dapat melahirkan filsafat antropologi.
d.      Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dapat melahirkan filsafat ketuhanan.
e.       Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial dapat melahirkan filsafat sosial.
f.       Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat melahirkan filsafat berpikir(logika).
g.      Manusia dengan unsur kehendaknya untuk berbuat baik dan buruk dapat melahirkan filsafat tingkah laku (etika)
h.      Manusia dengan unsur jiwanya dapat melahirkan filsafat psikologi.
i.        Manusia dengan segala aspek kehidupannya dapat melahirkan filsafat nilai (aksiologi).
j.        Manusia dengan dan sebagai warga negara dapat melahirkan filsafat negara.
k.      Manusia dengan unsur kepercayaanny terhadap supernatural dapat melahirkan filsafat agama.


Filsafat sebagai pandangan hidup (Weltsanschaung) merupakan suatu pandangan  hidup yang dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari – hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang dihadapi dalam hidupnya. Pandangan hidupnya itu akan tercermin di dalam sikap hidup dan cara hidup. Sikap dan cara hidup tersebut akan muncul apabila manusia mampu memikirkan dirinya sendiri secara total.