A.
PENGERTIAN FILSAFAT
Arti Etimologi
Kata filsafat bersala dari kata Yunani filosofia,
yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti mencintai
kebijaksanaan. Kata tersebutjuga berasal dari kata Yunani philosophis
philosophis yang berasal dari kata
kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti
cinta, dan sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah
kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta
kearifan”.
Arti kata tersebut belum memperhatikan makna
yang sebenarnya dari kata filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum
memperhatikan leaktifan seorang filosof untuk memperoleh kearifan atau
kebijaksanaan itu. Menurut pengertian yang lazim berlaku ditimur (Tiongkok dan
di India), seseorang disebut filosof bila dia telah mendapatkan atau telah meraih
kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di Barat, kata
“mencintai” tidak perlu meraih kebijaksanaan, karena itu yang disebut filosof
atau “orang bijaksana” mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian di
Timur.
Konsep Plato
Plato memberikan istilah dengan dialektika yang
berarti seni berdiskusi. Dikatakan demikian karena filsafat harus berlangsung
sebagai upaya memberikan kritik terhadap berbagai pendapat yang berlaku.
Kearifan atau pengertian intelektual yang diperoleh lewat proses pemeriksaan
secara kritis ataupun dengan berdiskusi. Juga diartikan sebagai suatu
penyelidikan terhadap sifat dasar yang
penghabisan dari kenyataan. Karena seorang filosof akan selalu mencari sebab –
sebab dan asas – asas yang penghabisan (terakhir) dari benda – benda.
Konsep Cicero
Cicero menyebutnya sebagai “ibu dari semua
seni” (the mother of all the arts). Juga sebagai arts vitae yaitu
filsafat sebagai seni kehidupan.
Konsep al-Farabi
Menurut al-Farabi, filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada (al-ilmu
bil-maujudat bi ma hiya al-maujudat).
Konsep Rene Descartes
Menurut Rene Descartes, filsafat merupakan
kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok
penyelidikannya.
Konsep Francis Bacon
Menurut Francis Bacon, filsafat merupakan
induk agung dari ilmu – ilmu, dan filsafat menangani semua pengetahuan sebagai
bidangnya.
Konsep John Dewey
Sebagai tokoh pragmatisme, John Dewey
berpendapat bahwa filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengungkapan
mengenai perjuangan manusia secara terus menerus dalam upaya melakukan
penyesuaian berbagai tradisi yang membentuk
budi manusia terhadap kecenderungan – kecenderungan ilmiah dan cita –
cita politik yang baru dan tidak sejalan dengan wewenang yang diakui. Tegasnya,
filsafat sebagai suatu alat untuk membuat penyesuaian – penyesuaian di antara
yang lama dan yang baru dalam suatu kebudayaan.
Filsafat Sebagai Ilmu
Dikatakan filsafat sebagi ilmu karena di dalam
pengertian filsafat mengandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu: bagaimanakah,
mengapakah, ke manakah, dan apakah.
Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat –
sifat yang dapat ditangkap atau tampak oleh indera. Jawaban atau pengetahuan
yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran).
Pertanyaan mengapa menanyakan tentang sebab (asal mula) suatu
objek. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab
akibat).
Pertanyaan ke mana menanyakan tentang apa yang terjadi di masa
lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jawaban yang diperoleh ada
tiga jenis pengetahuan, yaitu : pertama, pengetahuan yang timbul dari
hal – hal yang selalu berulang – ulang (kebiasaan), yang nantinya pengetahuan
tersebut dapat dijadikan dasar sebagai pedoman. Ini dapat dijadikan untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Kedua, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang
terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam
ini tidak dipermasalahkan apakah pedoman tersebut selalu dipakai atau tidak. Pedoman
yang selalu dipakai disebut hukum. Ketiga, pengetahuan yang timbul dari
pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan. Tegasnya,
pengetahuan yang diperoleh dari jawaban ke manakah adalah pengetahuan yang
bersifat normatif.
Pertanyaan apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak
dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat
empiris, sehingga hanya dapat dimengerti oleh akal. Jawaban atau pengetahuan
yang diperolehnya ini kita akan mengetahui hal – hal sifatnya sangat umum,
universal, abstrak.
Dengan demikian,
kalau ilmu – ilmu yang lain (selain filsafat) bergerak dari tidak tahu ke tahu,
sedang ilmu filsafat bergerak dari tidak tahu ke tahu selanjutnya ke hakikat.
Filsafat Sebagai Cara Berfikir
Berfikir secara
diartikan sebagai berfikir yang sangat mendalam sampai hakikat, atau berfikir
secara gelobal/menyeluruh, atau berfikir yang dilihat dari berbagai sudut
pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Berpikir yang demikian
ini sebagai upaya untuk dapat berfikir secara tepat dan benar serta dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini harus memenuhi persyaratan :
a.
Hukum sistematis
Pemikiran yang sistematis ini dimaksudkan untuk
menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah masing – masng
unsur Saling berkaitan satu dengan yang lain secara teratur dalam suatu
keseluruhan. Sistematika pemikiran seorang filosfof banyak dipengaruhi oleh
keadaan dirinya, lingkungan, zamannya, pendidikan, dan sistem pemikiran yang
mempengaruhi.
b.
Harus konsepsional
Secara umum istilah konsepsional berkaitan
dengan ide (gambar) atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang berada
dalam intelektual. Gambaran tersebut
mempunyai bentuk tangkapan sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud dari ‘konsepsional’
tersebut sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi (jelas). Karena
berpikir secara filsafat sebenarnya berpikir tentang hal dan prosesnya.
c.
Harus koheren
Koheren atau runtut adalah unsur – unsurnya tidak
boleh mengandung uraian – uraian yang bertentangan satu sama lain. Koheren atau
runtut didalamnya memuat suatu kebenaran logis. Sebaliknya, apabila suatu uraian
yang di dalamnya tidak memuat kebenaran logis, maka uraian tersebut dikatakan
sebagai uraian yang tidak koheren/runtut.
d.
Harus rasional
Yang dimaksud rasional adalah unsur – unsurnya
berhubungan dengan secara logis. Artinya, pemikiran filsafat harus diuraikan
dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah –
kaidah berpikir (logika).
e.
Harus sinoptik
Sinotik artnya pemikiran filsafat harus melihat
hal – hal secara menyeluruh atau dalam kebersamaan secara integral.
f.
Harus mengarah kepada
pandangan dunia
Yang dimaksud adalah pemikiran filsafat sebagai
upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu
pandangan (hidup) dunia, termasuk di dalamnya menerangkan tentang dunia dan
semua hal yang berada di dalamnya (dunia).
Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
Diartikan sebagai
pandangan hidup karena filsafat pada hakikatnya bersumber pada : hakikat kodrat
pribadi manusia (sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan). Hal
ini berarti, bahwa filsafat mendasarkan pada penjelmaan manusia secara total
dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk monodualisme (manusia
secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga). Manusia secara total (menyeluruh)
dan sentral di dalamnya memuat sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam –
macam jenis filsafat, antara lain:
a.
Manusia dengan unsur raganya dapat
melahirkan filsafat biologi
b.
Manusia dengan unsur rasanya
dapat melahirkan filsafat keindahan (estetika)
c.
Manusia dengan unsur
monodualismenya (kesatuan jiwa dan raganya) dapat melahirkan filsafat
antropologi.
d.
Manusia dengan kedudukannya
sebagai makhluk Tuhan dapat melahirkan filsafat ketuhanan.
e.
Manusia dengan kedudukannya
sebagai makhluk sosial dapat melahirkan filsafat sosial.
f.
Manusia sebagai makhluk yang
berakal dapat melahirkan filsafat berpikir(logika).
g.
Manusia dengan unsur
kehendaknya untuk berbuat baik dan buruk dapat melahirkan filsafat tingkah laku
(etika)
h.
Manusia dengan unsur jiwanya
dapat melahirkan filsafat psikologi.
i.
Manusia dengan segala aspek
kehidupannya dapat melahirkan filsafat nilai (aksiologi).
j.
Manusia dengan dan sebagai
warga negara dapat melahirkan filsafat negara.
k.
Manusia dengan unsur
kepercayaanny terhadap supernatural dapat melahirkan filsafat agama.
Filsafat sebagai pandangan hidup (Weltsanschaung) merupakan suatu
pandangan hidup yang dijadikan dasar
setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari – hari, juga
dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang dihadapi dalam
hidupnya. Pandangan hidupnya itu akan tercermin di dalam sikap hidup dan cara
hidup. Sikap dan cara hidup tersebut akan muncul apabila manusia mampu
memikirkan dirinya sendiri secara total.